Spiga

Bolehkah Tempat Praktek Dokter Buka Tanpa Ada Dokter?

Jelas pertanyaan tersebut tidak perlu dijawab. Tidak mungkin tempat praktek dokter buka tanpa ada dokternya. Siapa yang akan melayani pasien yang datang ?

Pertanyaan serupa mestinya berlaku untuk apotek. Apotek adalah tempat praktek apoteker. Logikanya sama dengan tempat praktek dokter. Tapi mengapa apotek tetap dapat melayani pasien meski tanpa apoteker ?

Kegiatan profesional dokter adalah mendiagnosa pasien dan meresepkan obat yang dibutuhkan bila diperlukan. Interaksi antara dokter dengan pasien berwujud transaksi jasa. Pasien berkonsultasi dengan dokter. Jelas dalam transaksi tersebut peran dokter tidak mungkin digantikan oleh profesi yang lain. Jadi jika dokternya berhalangan maka tempat prakteknya akan tutup. Dan pasienpun akan mahfum.

Di apotek interaksi antara pasien dengan apoteker berwujud transaksi jasa dan dagang. Pasien datang ke apotek menyerahkan resep dokter, kemudian apoteker mempersiapkan dan (kalau perlu) meracik obat yang dibutuhkan, seterusnya menyerahkan obat tersebut kepada pasien. Entah kapan dan dari mana mulainya sekarang ini yang dominan adalah transakasi dagang saja. Meski transaksi jasa masih ada tapi peran tersebut digantikan oleh orang lain. Peran apoteker tidak dominan bahkan cenderung tidak kelihatan. Baik pasien maupun apoteker sama sama merasa tidak ada yang salah. Padahal pasien berhak untuk mendapatkan jasa dari apoteker berupa penjelasan atas obat yang dibutuhkan dan apoteker berkewajiban memenuhinya.

Dengan perkembangan yang demikian melenceng dari rel yang semestinya akhirnya apotek dapat tetap buka meski tidak ada apotekernya. Bahkan ada apotek yang apotekernya hanya datang beberapa kali dalam sebulan. Jelas ini sebuah penyimpangan.

Membandingkan tempat praktek dokter dengan apotek pada saat ini memang tidak relevan. Di tempat praktek dokter peran sentralnya ada di tangan dokter. Kegiatan utama tidak akan berlangsung kalau dokternya belum ada. Di apotek tidak demikian. Saat ini peran sentral belum sepenuhnya di tangan apoteker. Kondisi ini terjadi karena kelengahan apoteker dan lemahnya penegakan hukum.

Untuk mengatasi hal tersebut pada saat ini Departemen Kesehatan sedang menggodok lahirnya Peraturan Pemerintah tentang Tenaga Kefarmasian. Salah satu poin penting dalam PP tersebut adalah larangan bagi apotek untuk melayani resep dokter bila tidak ada apotekernya. Upaya melahirkan PP ini patut mendapatkan apresiasi karena hak dan kepentingan pasien akan terlindungi. Bagi kalangan apotekerpun juga bisa menjadi titik balik bagi terwujudnya profesi apoteker yang paripurna.

Nah bagi anda, pasien maupun konsumen apotek, kini saatnya untuk mulai memperhatikan hak hak anda. Bagi apoteker inilah saatnya untuk mengaktualisasikan diri di tengah tengah masyarakat.

0 komentar: